Sabtu, 16 Januari 2016

Tradisi "Mekotek" di Desa Munggu

Masyarakat Desa Munggu Gelar Tradisi "Mekotek"
Masyarakat Desa Munggu Gelar Tradisi
Selain pemandangan alamnya yang sangat mempesona,terbukti dikenal sampai ke seantero dunia,Bali masih menyimpan kekayaan tradisi dan budaya dari nenek moyang kita yang masih lestari sampai sekarang.Salah satunya seperti Gerebek Mekotek atau sering disebut Mekotek di Desa Munggu, Kabupaten Badung yang masih tetap lestari sampai sekarang yang dirayakan khusus di hari raya kuningan.(namanya lucu ya…!!??). Prosesi gerebek mekotek ini diikuti oleh 12 banjar setempat di desa Munggu.
Gerebek Mekotek adalah ritual yang memakai sarana kayu biasanya yang paling banyak dipakai dari jenis pulet yang dimainkan secara bersama-sama untuk merayakan kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (kejahatan). Ritual mekotek biasanya dilaksanakan di halaman Pura Desa oleh remaja pria atau para bapak-bapak,Masyarakat yang didominasi oleh pria tua dan muda mengenakan pakaian adat ringan semua membawa sebilah tongkat kayu berukuran kurang lebih tiga sampai empat meter beriringan berjalan menuju pura desa.Mendekati areal pura desa mereka saling menyatukan tongkat yang mereka genggam dengan cara memukul-mukulkan tongkatnya hingga menyerupai bangunan segi tiga yang menjulang ke langit.Penyatuan ini menimbulkan suara yang sangat gaduh yang membuat para peserta semakin bersemangat. Kemudian sambil beramai-ramai tongkat yang sudah menyatu itupun mereka bawa berputar-putar hingga akhirnya kembali berpisah.Tak jarang saat tongkat berpencar,beberapa warga terkena tongkat tersebut. tapi tidak lantas membuat mereka kesal ataupun marah, malahan mereka bangkit kembali dengan perasaan dan senyum puas.
Para peserta yang kena pukulan tongkat harus merelakan dirinya untuk naik ke kumpulan tongkat dari para peserta yang lain.Karena ritual ini sudah sering dilaksanakan dan sudah terbiasa maka meskipun terkena pukulan tongkat ataupun terjatuh dari ujung kumpulan tongkat peserta yang ikut tidak boleh ada yang marah.
Menurut penuturan dari temanku yang juga sesekali ditambahkan oleh bapaknya, ritual yang dilaksanakan setiap enam bulan kalender bali ini sudah ada sejak tahun 1934. Namun baru mulai dilestarikan sejak tahun 1946 setelah warga Munggu terbebas dari gerubug atau wabah penyakit. Konon katanya, saking gembiranya warga terbebas dari penyakit, saat itu mereka mengacung-acungkan tombak yang mereka miliki.Tombak di mata penjajah Belanda waktu itu disimbolkan sebagai perlawanan.Namun seiring perkembangan jaman dan waktu sarana tombak itu sekarang diganti dengan sebilah kayu.(mungkin karena tombak susah dicari kali ya..?)
Masih menurut penuturan temanku peringatan Ritual Mekotek harus dilaksanakan bertepatan dengan hari raya kuningan, karena itu merupakan pawisik yang didapat oleh Raja Mengwi Cokorda Made Munggu,dan katanya ada pantangan, kalo ritual ini tidak dilaksanakan tidak menutup kemungkinan Munggu akan terkena gerubug lagi,sehingga ritual itu masih tetap dilaksanakan hingga sekarang. (ihh ngeri ya…kalo ga di lestarikan). Makanya,mari kita lestarikan warisan budaya dan tradisi kuno nenek moyang kita.Melestarikan warisan nenek moyang bukan berarti menjual kan…!!!!
Badung (Antara Bali) - Ratusan warga masyarakat Desa Munggu, Kabupaten Badung, Bali, menggelar tradisi "Mekotek" yang juga dikenal dengan istilah "Ngerebek", bertepatan dengan Parayaan Hari Raya Kuningan.
"Tradisi tersebut dilakukan sebagai simbol kemenangan dan upaya untuk menolak bala yang pernah menimpa Desa Munggu puluhan tahun silam," kata Klian Desa Adat Munggu I Made Rai Sujana saat ditemui di sela-sela tradisi "mekotek" di Desa Munggu, Kabupaten Badung, Sabtu.
Tradisi itu diikuti oleh hampir seluruh masyarakat terutama kaum pria di Desa Munggu, dengan memakai tongkat panjang mengelilingi desa yang terletak di sebelah barat kabupaten terkaya di Pulau Dewata itu.
Nantinya di setiap persimpangan jalan, para pemuda itu akan berkumpul dan membentuk formasi piramida dengan sejumlah tongkat hingga dijatuhkan ke arah salah satu rekannya.
Dalam beberapa kesempatan, salah satu pemuda akan naik ke piramida tumpukan tongkat tersebut dan setelah mencapai puncak akan dijatuhkan ke arah salah satu rekannya.
Menutut Rai Sujana, pada awalnya upacara "Mekotek" diselenggarakan untuk menyambut armada perang yang melintas di Desa Munggu yang akan berangkat ke medan pertempuran dan sekaligus sebagai penyambutan pasukan saat kemenangan perang melawan Blambangan.
"Dulu upacara ini menggunakan tombak yang terbuat dari besi. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan untuk menghindari peserta yang terluka, maka sejak tahun 1948 tombak besi mulai diganti dengan tombak dari bahan kayu pulet," ujarnya. 
Sementara itu, tombak yang asli dilestarikan dan disimpan di pura desa setempat.
"Mekotek" diambil dari kata tek-tek yang merupakan bunyi kayu yang diadu satu sama lain sehingga menimbulkan bunyi.

Namun, dalam kesempatan itu Rai Sujana melarang masyarakat naik ke atas tumpukan piramida kayu atau "Mekotek" tersebut karena sangat berbahaya. (WDY).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar